Aceh Feature, 23 Juni 2009
HARI mulai gelap, pukul 19.00. Kening Yusmar Yunus berkerut ketika menatap televisi di hadapannya. Mata dan pendengarannya tajam menyimak acara debat calon presiden (capres) Republik Indonesia periode 2009- 2014 di TransTV, stasiun televisi nasional.
Di malam tanggal 16 Juni 2009 itu telah berkumpul sejumlah pria di kamar Yusmar. Mereka duduk bersila di lantai.
Yusmar adalah mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Perawakan kecil, otot-otot menyilang di kedua lengan. Dia mulai mengangkat senjata untuk menentang pemerintahan Indonesia pada 1997. Umurnya 32 tahun.
”Ka dimulai beuh acara debat, soe meunang marit takalon jinoe (sudah mulai acara debat, siapa yang menang bicara kita lihat sekarang)?” kata Yusmar.
”Fery, deungo jeeh Mega-Pro, calon Presiden kah (Feri, dengar itu Mega-Pro calon presiden kamu,” hardik Yusmar pada kawannya.
”Lon netral, pegawe hanjeut meupolitek (saya netral, pegawai dilarang berpolitik),” tukas Fery.
Fery Kusmawadi bekerja di Dinas Peternakan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dia tersenyum lebar menonton acara debat tersebut. Sesekali dia berkomentar mengenai dukungannya terhadap salah satu capres, dengan bergurau.
“Soe kadukung kah (siapa kamu dukung)?” tanya Yusmar, mendesak.
“Netral hai, dalam undang-undang kamoe kalheuh diatoe haroeh netral (netral hai, dalam undang-undang kami sudah diatur harus netral),” jawab Fery, diplomatis
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara mengatur secara tegas posisi pegawai pemerintahan dalam politik. Pasal 3 undang-undang itu menyebutkan bahwa pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 43 dan 44 Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden (Pilpres) juga menyebutkan apa yang harus dilakukan pegawai pemerintah saat pemilihan berlangsung. Pasal 43 mengamanatkan pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan pegawai negeri serta kepala desa atau sebutan lain, dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Pasal 44 bahkan mengurainya dalam dua ayat. Ayat 1 menegaskan bahwa pegawai pemerintah dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu presiden, sebelum, selama dan sesudah masa kampanye. Ayat 2 memerincikan bentuk kegiatan terlarang itu, seperti pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang.
Mereka yang melanggar undang-undang ini akan terkena hukuman kurungan minimal enam bulan, dan paling lama 36 bulan, dan atau denda Rp 6 juta, serta paling banyak Rp 36 juta.
“Jangan berkomentar dan bertepuk tangan sebelum capres menyampaikan visi dan misinya,” seru Yusmar pada saya, meniru ajakan moderator acara tersebut.
“Teuman soe neudukong ( jadi dukung siapa)?” tanya saya.
“Lebih cepat, lebih baik,” sahutnya, tegas.
Yusmar terus menatap layar televisi.
“Jeeh hai...seunyum sabee Pak Jusuf Kalla (senyum selalu Pak Jusuf Kalla),” serunya.
“Beutoi... beutoi (benar, benar),” sahut Akmal Sulaiman. Dia ikut menonton juga. Akmal masih mahasiswa.
Kamar makin sesak. Hawa panas mulai mengganggu mereka. Yusmar hanya mengenakan kaos singlet. Kipas angin berderu.
Acara debat dimoderatori Anies Baswedan. Dia adalah Rektor Universitas Paramadina. Helmi Yahya jadi pembawa acara.
Ketiga capres akan berdebat mengenai ”Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih serta Menegakkan Supremasi Hukum dan HAM”. HAM adalah singkatan dari hak asasi manusia.
Masing-masing capres akan diberi waktu dua menit untuk menjawab pertanyaan tersebut. dan selanjutnya ditanggapi oleh capres lain.
Capres nomor urut satu adalah Megawati Soekarnoputri. Dia mengenakan baju merah, warna partainya. Dia capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
PDI-P yang jadi partai pemenang di pemilihan umum (Pemilu) 2004 silam, untuk Pemilu 2009 ini hanya mampu meraup 14,03 persen suara sah nasional. Hanya dua partai yang berkoalisi dengan PDI-P, yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Buruh.
Koalisi partai ini meraup 18,74 persen suara sah nasional dan memperoleh 21,6 persen kursi di parlemen Jakarta. Prabowo Subianto jadi calon wakil presiden (cawapres) dari partai ini. Citra Prabowo tak begitu baik. Dia sering dikaitkan dengan penculikan aktivis. dan penembakan mahasiswa menjelang jatuhnya Soehato. Jargon politik koalisi ini: Mega-Pro. Slogan politik mereka: “Mega Pro Rakyat.”
“Tata kelola pemerintahan yang bersih dan penegakan hukum dan HAM adalah hasil dari rujukan konstitusi Undang-Undang 1945. Rujukan itu akan berjalan dan terwujud jika kami terpilih sebagai presiden dan wakil Presiden. Lalu penegakan hukum akan berjalan tanpa membedakan warga masyarakat dan terwujud dari kerja kita bersama,” jawab Megawati.
Di masa pemerintahannya Megawati memberlakukan Darurat Militer di Aceh.
“Nyoe peugah haba, neusoe jeut (kalau bicara, siapapun mampu),” sambar Yusmar.
Acara debat berhenti, karena jeda iklan. Di layar muncul iklan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, yang dikenal dengan jargon politik SBY-Berbudi. Slogan politik mereka, “Lanjutkan.” Tak berapa lama muncul tulisan di layar kaca itu: mereka berasal dari rakyat, mereka mengabdi untuk rakyat.
Fery tertawa membaca tulisan yang terpampang di layar telivisi.
“Uang rakyat, untuk pejabat,” celetuknya.
Acara debat kembali dimulai. Kini giliran SBY yang memaparkan tanggapannya. dia mengenakan baju batik. Gerak tangannya selalu beraturan.
“Kiban meubibawa SBY (berwibawa sekali SBY),” tutur Akmal. Dia memuji calon favoritnya.
“Jusuf Kalla peukureung ngon SBY, rumeh sabe (Jusuf Kalla apa kurangnya dengan SBY, senyum selalu),” puji Yusmar Tak mau mengalah.
SBY adalah calon presiden yang diusung Partai Demokrat (Demokrat). Partai ini menang dalam Pemilu tahun ini. Demokrat memperoleh suara sah nasional 20,85 persen suara dan mendapat jatah kursi 26,43 persen di parlemen.
Demokrat juga membuka pintu koalisi dengan partai lain. Ada empat partai besar yang merapat ke kubu SBY, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta sejumlah partai kecil.
Koalisi ini menambah suara sah nasional untuk Demokrat jadi 51,72 persen dan perolehan kursi di parlemen meningkat jadi 56,07 persen.
Tiba-tiba Yusmar berparodi dalam bahasa Aceh.
Ungkot pa’ak pajoh kureng
Kureng pajoh aneuk sure
Aneuk sure pajoh bileh
Bileh pajoh udeung
udeung pajoh angen
Ikan tuna makan tongkol
Tongkol makan anak tongkol
Anak tongkol makan teri
Teri makan udang
Udang makan angin
“Arti jih (artinya),” tanya saya.
“Rayeuk jabatan, rakyeuk a’up. Rakyat kecil makan angin (besar jabatan, besar pendapatan. Rakyat kecil makan angina),” jawabnya.
Yusmar menjagokan Jusuf Kalla alias JK, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) untuk melangkah menjadi presiden. Hanya satu partai yang merapat ke tubuh Golkar, yaitu Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Dua koalisi partai ini hanya mampu meraih 18,22 persen suara sah nasional dan 22,32 persen kursi di parlemen.
Wiranto, bekas jenderal, akan mendampingi JK sebagai cawapres. Jargon politik mereka: JK-Win. Slogan politik mereka, “Lebih cepat, lebih baik”.
“Droe neuh kon mantan GAM. Pakon hana neudukong SBY (kamu kan mantan GAM, kenapa tidak mendukung SBY? tanya saya.
Banyak orang GAM memilih SBY, karena di masa pemerintahannya Aceh mengalami masa damai.
“Kali nyoe presiden kon dari ureung puloe Jawa sigoe ta peumunang (kali ini presidennya kita menangkan bukan dari orang pulau Jawa),” jawabnya. Pernyataan Yusmar bernada diskriminatif.
“Tapih, mantan peutinggi GAM ramee nyang dukong SBY (tapi, mantan petinggi GAM ramai yang mendukung SBY?)” kata saya.
“Nyan kon mamandum politek (itu kan semuanya politik),” ujarnya.
Mantan juru bicara Komite Peralihan Aceh atau KPA, Sofyan Dawood, ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan SBY- Boediono pada pemilihan presiden di bulan Juli. Dia mengatur strategi meraih suara di wilayah Sumatra bagian utara (Sumbagut), yang meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau. Tak cuma itu, Gubernur Irwandi Yusuf juga ikut dalam tim sukses SBY- Boediono.
Jam sudah menunjuk pukul 21.00. Kamar kembali sepi. Acara debat capres di televisi telah selesai.
“Soe nyan meunang keupresiden, takalon teuman wate pemilu (siapa yang menang jadi presiden, kita lihat nanti waktu pemilu),” kata Fery.
No comments:
Post a Comment