Sunday, July 12, 2009

Tiga Calon Presiden

Aceh Feature, 31 Mei 2009

”SOE nyang jeut keu Presiden, lon tetap lagee nyoe (siapapun yang terpilih jadi Presiden, saya tetap seperti ini,” ujar Hanifah. Sehari-hari dia bekerja sebagai penjahit dan bertani.

Pandangannya mulai kabur. Dia menatap lurus ke depan. Kaca mata minus menutupi bola matanya. Lembaran koran berserakan di depannya. Dia mencoba membaca dengan teliti judul halaman depan koran itu.

Juff Kalla-Wiranto merangkul Nahdhatul Ulama dan Muhammaddiyah. Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY minta dukungan kyai Jawa Timur.

Itulah judul berita yang sedang dia baca.
Nahdlatul Ulama adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia, juga di Asia Tenggara. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 silam.
Muhammadiyah juga organisasi Islam yang memiliki massa besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 18 November 1912.

”Ka rab toe ngon Peumilu presiden lom (sudah mulai dekat dengan Pemilu presiden lagi),” katanya.

”Nyoe masalah dukongan, pat nyan geulake-geulake geuh, nyan urusan gobnyan (kalau masalah dukungan, di manapun dia minta-minta, itu urusan dia),” komentarnya, lepas membaca berita itu.

Ya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadwalkan 8 Juni 2009 mendatang sebagai hari pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres).

Hingga tanggal 10-16 Mei 2009, ada tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang mendaftar ke KPU. Ketiga pasangan capres-cawapres itu adalah Jusuf Kalla-Wiranto, SBY-Boediono, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto.

Berdasarkan Undang-undang nomor 42 tahun 2008, pengajuan capres dan cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2009 yang memperoleh minimal 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25% dari jumlah suara sah nasional.

“Lon watee Pemilu legislatef baroe sa, lon pileh Peureute Aceh (PA) ngon Peureute Demokrat (PD) (saya waktu Pemilu legislatif kemarin, saya memilih Peureute Aceh (PA) dengan Peureute Demokrat (PD),” ungkap Hanifah.

Dari 38 partai nasional yang terdaftar, hanya 9 partai yang mendulang suara di atas 2,5% pada Pemilu 9 April 2009 lalu. Dan partai-partai itu lulus Parliamentary Threshold. Artinya lolos ke parlemen.

Kesembilan partai itu adalah Partai Demokrat (PD) dengan memperoleh 20,85 % suara. Selanjutnya Partai Golongan Karya (Golkar) 14,45 % suara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 14,03% suara, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,88% suara, Partai Amanat Nasional (PAN) 6,01% suara, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 5,32% suara. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 4,94% suara, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 4,46% suara, dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 3,77% suara.

Sementara itu untuk 560 kursi di DPR yang tersedia, PD memperoleh 148 kursi DPR (26,43%), Golkar 108 kursi DPR (19,29%), PDIP 93 kursi (16,61%), PKS 59 kursi (10,54%), PAN 42 kursi ((7,50%), PPP 39 kursi (6,96%), PKB 26 kursi (4,64%), Gerindra 30 kursi (5,36%), dan Hanura 15 kursi (2,68%).

”Anteuk soe neupileh watee Pemilu Presiden (nanti milih siapa pada Pemilu presiden)?” tanya saya.

”SBY,” jawab Hanifah.

”Yusuf Kalla ngon Megawati kiban (Yusuf Kalla dengan Megawati bagaimana)?”

”Nyoe Yusuf Kalla lon pike-pike dilee seubab gobnyan pasangan SBY awai , nyoe Megawati nyang han lon pileh (kalau Yusuf Kalla saya pikir-pikir dulu karena dia pasangan SBY dulunya, kalau Megawati yang tidak saya pilih),” jawabnya.

”Meudeh kon SBY ngon Yusuf Kalla bek pisah. Cocok that ureung nyan duwa meupasangan lom, jinoe meu lon turi tan waki Presiden SBY (Maunya SBY dengan Yusuf Kalla jangan berpisah. Serasi sekali mereka berdua. Kini, saya tidak kenal dengan wakil Presiden SBY),” ungkapnya, kembali.

Untuk Pemilu kali ini SBY berduet dengan Boediono, yang mantan Gubernur Bank Indonesia dan calon wakil presiden yang diusung dari non partai politik.

“Watee awai Megawati jeut presiden, gob nyan hanjeut geumeumimpin (Waktu dulu Megawati menjabat presiden, dia tidak bisa memimpin ),” tuturnya lagi.

Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan meminta Presiden Abdurrahman Wahid agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.

MPR dalam Sidang Istimewa (SI), mengelurkan ketetapan (Tap) MPR Nomor III/MPR/2001, tanggal 23 Juli 2001 dan menetapkan pengangkatan Megawati sebagai presiden Republik Indonesia. Dia menjabat presiden sampai tahun 2004.

“Megawati, han lon pileh (Megawati, tidak akan saya pilih)!,” tegasnya.


Sosok SBY sangat populer di kalangan orang Aceh setelah dia mengambil kebijakan untuk melakukan perundingan damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Setelah itu masa damai dimulai di Aceh.

Sebelum Kesepakatan Helsinki, konflik menyengsarakan banyak orang. DOM atau Daerah Operasi Militer yang diberlakukan presiden Soeharto pada 1989 dengan alasan untuk menumpas gerakan yang menamakan dirinya Gerakan Aceh Merdeka. Akibat pemberlakuan DOM ini 8344 orang tewas, 875 orang dihilangkan secara paksa, serta 809 unit rumah rusak dan dibakar.

Pada 31 Agustus 1998, presiden Bacharuddin Jusuf Habibie melalui Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Wiranto mencabut status DOM di Aceh. Seluruh pasukan non organik di Aceh ditarik mundur. Kini Wiranto mencalonkan diri menjadi wakil presiden berpasangan dengan Yusuf Kalla.


RABU malam, 28 Mei 2009, Teuku Syukrullah sedang mengutak-atik laptopnya. Dia sedang mencari bahan kuliah di internet. Dia mahasiswa fakultas ilmu sosial dan ilmu politik di Universitas Syiah Kuala.

“Lon dukong Yusuf Kalla jeut keu presiden. Gobnyan seubenar jih nyan leubeh awai geupeugot pendekatan dame ngon awak Aceh Meudeka untok meurundeng ngon Pemerintah Indonesia (saya dukung Yusuf Kalla jadi presiden. Dia sebenarnya yang lebih awal melakukan pendekatan damai dengan Aceh Merdeka untuk berunding dengan Pemerintah Indonesia,” ungkapnya.

Too See the Unseen; Kisah dibalik damai Aceh buku karangan Farid Husain adalah buku yang menceritakan kisah perjalanan panjang yang dilakukan Yusuf Kalla untuk bisa tercapainya perundingan damai antara pemerintahan Republik Indonesia dengan GAM.

Saat itu Yusuf Kalla berada dalam kabinet Presiden Megawati Soekarnoputri. Dia menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, tidak mendukung sikap keras Megawati untuk memberlakukan Darurat Militer (DM) di Aceh.

Status DM menyusul gagalnya perundingan antara pemerintah Indonesia dan GAM pada 2002. Presiden Megawati meminta GAM memenuhi tiga tuntutan Indonesia, yaitu Aceh tetap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), GAM harus menerima otonomi khusus, dan GAM harus meletakkan senjata.

Tapi, GAM tidak menyanggupi tuntutan pemerintahan Indonesia. Buntutnya, tepat pada 19 Mei 2003 Aceh resmi di bawah DM. Aceh kembali berkonflik.

“Nyoe Megawati ngon Prabowo jeut presiden dan jeut waki presiden, lon kuatee peudamean nyoe teuganggu. Bek sampe diselesaikan ngon cara otoriter lom. Bukti jih Darurat Militer (kalau Megawati dengan Prabowo jadi presiden dan wakil presiden, saya khawatir dengan perdamaian. Jangan sampai diselesaikan lagi dengan cara-cara otoriter kembali. Buktinya Darurat Militer,” cetus Syukrullah.

Debat di Layar Kaca

Aceh Feature, 23 Juni 2009

HARI mulai gelap, pukul 19.00. Kening Yusmar Yunus berkerut ketika menatap televisi di hadapannya. Mata dan pendengarannya tajam menyimak acara debat calon presiden (capres) Republik Indonesia periode 2009- 2014 di TransTV, stasiun televisi nasional.

Di malam tanggal 16 Juni 2009 itu telah berkumpul sejumlah pria di kamar Yusmar. Mereka duduk bersila di lantai.

Yusmar adalah mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Perawakan kecil, otot-otot menyilang di kedua lengan. Dia mulai mengangkat senjata untuk menentang pemerintahan Indonesia pada 1997. Umurnya 32 tahun.

”Ka dimulai beuh acara debat, soe meunang marit takalon jinoe (sudah mulai acara debat, siapa yang menang bicara kita lihat sekarang)?” kata Yusmar.

”Fery, deungo jeeh Mega-Pro, calon Presiden kah (Feri, dengar itu Mega-Pro calon presiden kamu,” hardik Yusmar pada kawannya.

”Lon netral, pegawe hanjeut meupolitek (saya netral, pegawai dilarang berpolitik),” tukas Fery.

Fery Kusmawadi bekerja di Dinas Peternakan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dia tersenyum lebar menonton acara debat tersebut. Sesekali dia berkomentar mengenai dukungannya terhadap salah satu capres, dengan bergurau.

“Soe kadukung kah (siapa kamu dukung)?” tanya Yusmar, mendesak.

“Netral hai, dalam undang-undang kamoe kalheuh diatoe haroeh netral (netral hai, dalam undang-undang kami sudah diatur harus netral),” jawab Fery, diplomatis

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara mengatur secara tegas posisi pegawai pemerintahan dalam politik. Pasal 3 undang-undang itu menyebutkan bahwa pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 43 dan 44 Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden (Pilpres) juga menyebutkan apa yang harus dilakukan pegawai pemerintah saat pemilihan berlangsung. Pasal 43 mengamanatkan pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan pegawai negeri serta kepala desa atau sebutan lain, dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Pasal 44 bahkan mengurainya dalam dua ayat. Ayat 1 menegaskan bahwa pegawai pemerintah dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu presiden, sebelum, selama dan sesudah masa kampanye. Ayat 2 memerincikan bentuk kegiatan terlarang itu, seperti pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang.

Mereka yang melanggar undang-undang ini akan terkena hukuman kurungan minimal enam bulan, dan paling lama 36 bulan, dan atau denda Rp 6 juta, serta paling banyak Rp 36 juta.

“Jangan berkomentar dan bertepuk tangan sebelum capres menyampaikan visi dan misinya,” seru Yusmar pada saya, meniru ajakan moderator acara tersebut.

“Teuman soe neudukong ( jadi dukung siapa)?” tanya saya.

“Lebih cepat, lebih baik,” sahutnya, tegas.

Yusmar terus menatap layar televisi.

“Jeeh hai...seunyum sabee Pak Jusuf Kalla (senyum selalu Pak Jusuf Kalla),” serunya.

“Beutoi... beutoi (benar, benar),” sahut Akmal Sulaiman. Dia ikut menonton juga. Akmal masih mahasiswa.

Kamar makin sesak. Hawa panas mulai mengganggu mereka. Yusmar hanya mengenakan kaos singlet. Kipas angin berderu.

Acara debat dimoderatori Anies Baswedan. Dia adalah Rektor Universitas Paramadina. Helmi Yahya jadi pembawa acara.

Ketiga capres akan berdebat mengenai ”Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih serta Menegakkan Supremasi Hukum dan HAM”. HAM adalah singkatan dari hak asasi manusia.

Masing-masing capres akan diberi waktu dua menit untuk menjawab pertanyaan tersebut. dan selanjutnya ditanggapi oleh capres lain.

Capres nomor urut satu adalah Megawati Soekarnoputri. Dia mengenakan baju merah, warna partainya. Dia capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

PDI-P yang jadi partai pemenang di pemilihan umum (Pemilu) 2004 silam, untuk Pemilu 2009 ini hanya mampu meraup 14,03 persen suara sah nasional. Hanya dua partai yang berkoalisi dengan PDI-P, yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Buruh.

Koalisi partai ini meraup 18,74 persen suara sah nasional dan memperoleh 21,6 persen kursi di parlemen Jakarta. Prabowo Subianto jadi calon wakil presiden (cawapres) dari partai ini. Citra Prabowo tak begitu baik. Dia sering dikaitkan dengan penculikan aktivis. dan penembakan mahasiswa menjelang jatuhnya Soehato. Jargon politik koalisi ini: Mega-Pro. Slogan politik mereka: “Mega Pro Rakyat.”

“Tata kelola pemerintahan yang bersih dan penegakan hukum dan HAM adalah hasil dari rujukan konstitusi Undang-Undang 1945. Rujukan itu akan berjalan dan terwujud jika kami terpilih sebagai presiden dan wakil Presiden. Lalu penegakan hukum akan berjalan tanpa membedakan warga masyarakat dan terwujud dari kerja kita bersama,” jawab Megawati.

Di masa pemerintahannya Megawati memberlakukan Darurat Militer di Aceh.

“Nyoe peugah haba, neusoe jeut (kalau bicara, siapapun mampu),” sambar Yusmar.

Acara debat berhenti, karena jeda iklan. Di layar muncul iklan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, yang dikenal dengan jargon politik SBY-Berbudi. Slogan politik mereka, “Lanjutkan.” Tak berapa lama muncul tulisan di layar kaca itu: mereka berasal dari rakyat, mereka mengabdi untuk rakyat.

Fery tertawa membaca tulisan yang terpampang di layar telivisi.

“Uang rakyat, untuk pejabat,” celetuknya.

Acara debat kembali dimulai. Kini giliran SBY yang memaparkan tanggapannya. dia mengenakan baju batik. Gerak tangannya selalu beraturan.

“Kiban meubibawa SBY (berwibawa sekali SBY),” tutur Akmal. Dia memuji calon favoritnya.

“Jusuf Kalla peukureung ngon SBY, rumeh sabe (Jusuf Kalla apa kurangnya dengan SBY, senyum selalu),” puji Yusmar Tak mau mengalah.

SBY adalah calon presiden yang diusung Partai Demokrat (Demokrat). Partai ini menang dalam Pemilu tahun ini. Demokrat memperoleh suara sah nasional 20,85 persen suara dan mendapat jatah kursi 26,43 persen di parlemen.

Demokrat juga membuka pintu koalisi dengan partai lain. Ada empat partai besar yang merapat ke kubu SBY, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta sejumlah partai kecil.

Koalisi ini menambah suara sah nasional untuk Demokrat jadi 51,72 persen dan perolehan kursi di parlemen meningkat jadi 56,07 persen.

Tiba-tiba Yusmar berparodi dalam bahasa Aceh.

Ungkot pa’ak pajoh kureng
Kureng pajoh aneuk sure
Aneuk sure pajoh bileh
Bileh pajoh udeung
udeung pajoh angen

Ikan tuna makan tongkol
Tongkol makan anak tongkol
Anak tongkol makan teri
Teri makan udang
Udang makan angin

“Arti jih (artinya),” tanya saya.

“Rayeuk jabatan, rakyeuk a’up. Rakyat kecil makan angin (besar jabatan, besar pendapatan. Rakyat kecil makan angina),” jawabnya.

Yusmar menjagokan Jusuf Kalla alias JK, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) untuk melangkah menjadi presiden. Hanya satu partai yang merapat ke tubuh Golkar, yaitu Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Dua koalisi partai ini hanya mampu meraih 18,22 persen suara sah nasional dan 22,32 persen kursi di parlemen.

Wiranto, bekas jenderal, akan mendampingi JK sebagai cawapres. Jargon politik mereka: JK-Win. Slogan politik mereka, “Lebih cepat, lebih baik”.

“Droe neuh kon mantan GAM. Pakon hana neudukong SBY (kamu kan mantan GAM, kenapa tidak mendukung SBY? tanya saya.

Banyak orang GAM memilih SBY, karena di masa pemerintahannya Aceh mengalami masa damai.

“Kali nyoe presiden kon dari ureung puloe Jawa sigoe ta peumunang (kali ini presidennya kita menangkan bukan dari orang pulau Jawa),” jawabnya. Pernyataan Yusmar bernada diskriminatif.

“Tapih, mantan peutinggi GAM ramee nyang dukong SBY (tapi, mantan petinggi GAM ramai yang mendukung SBY?)” kata saya.

“Nyan kon mamandum politek (itu kan semuanya politik),” ujarnya.

Mantan juru bicara Komite Peralihan Aceh atau KPA, Sofyan Dawood, ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan SBY- Boediono pada pemilihan presiden di bulan Juli. Dia mengatur strategi meraih suara di wilayah Sumatra bagian utara (Sumbagut), yang meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau. Tak cuma itu, Gubernur Irwandi Yusuf juga ikut dalam tim sukses SBY- Boediono.

Jam sudah menunjuk pukul 21.00. Kamar kembali sepi. Acara debat capres di televisi telah selesai.

“Soe nyan meunang keupresiden, takalon teuman wate pemilu (siapa yang menang jadi presiden, kita lihat nanti waktu pemilu),” kata Fery.