Friday, March 7, 2008

Tapol Aceh dan Kriminalitas

Sumberpost/IX/Februari-Maret 2008

MOMERANDUM (tahanan politik) dan Napol (narapidana politik) Aceh yang masih mendekam di dalam of Understanding (MoU) antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 lalu, menyisakan inplimentasi yang belum dilaksanakan sesuai perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Salah satunya pembebasan Tapol penjara.

Dalam salah satu item MoU Helsinki pasal 3.1.2 tentang amnesti menyebutkan “Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan nota kesepahaman ini.”

Pemerintahan Republik Indonesia telah memberikan amnesti kepada 1.488 mantan tapol dan napol GAM yang ada di Lembaga pemasyarakatan (LP) di seluruh indonesia, serta memberikan remisi kepada 366 mantan tapol dan napol yang ada di LP di seluruh Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Namun, sampai saat ini masih ada 7 Tapol dan Napol yang belum dibebaskan dari proses hukum dan mendekam di sejumlah Lembaga pemasyarakatan (LP) Sumatera dan Jawa karena dindikasi terkait tindakan kriminal.

Ketujuh Tapol dan Napol yang belum di bebaskan yakni, Tgk. Ismuhadi Jafar, tahanan seumur hidup di LP kelas I Cipinang Jakarta, Irwan Bin Ilyas, di vonis seumur hidup di LP kelas II Cipinang Jakarta, Ibrahim Hasan, vonis seumur hidup di LP kelas II Cipinang Jakarta, Dinam Subardinan, di vonis 15 tahun di LP Sukamiskin Bandung, Hamdani alias Dek Gam di vonis 9 tahun di LP Tanjung Gusta Medan, Zul Ramli di vonis 9 tahun di LP Tanjung Gusta Medan.

Sementara Saifan Nurdin, di vonis 11 tahun di LP kelas I Cipinang Jakarta, Iwan Setiawan alias Husen, di vonis 13 tahun di LP Pasuruan Semarang, M. Udin, di vonis 11 tahun di LP Pasuruan Semarang, Muhammad Nur, di vonis 12 tahun di LP Sukamiskin Bandung, serta Mahyeddin M. Adam di vonis 17 tahun di LP Jantho Aceh Besar telah dibebaskan bersyarat pada awal September 2007 dengan status wajib lapor.

Kriminalitas Dan Wilayah Hukum

M. Zulhaq, M.Si yang menjabat Kepala Divisi Permasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Propinsi NAD saat di kunjungi wartawan sumberpost menjelaskan menanggapi bahwa pembebasan pertama telah dilukan pada 30 Agustus 2005, dan selanjutnya dilakukan kembali lima kali pembebasan susulan, terakhir bulan November 2006.

Masih menurut M. Zulhaq mengutip arahan Mentri Hukum dan Ham (Menkumham) Republik Indonesia Andi Mattalata bahwa, semenjak pembebasan terakhir bulan november 2006, tidak ada lagi pembasan yang menyangkut dengan tapol dan napol yang belum dibebaskan. Dalam artian kesemua tapol dan napol yang terjerat dengan kasus makar GAM telah dibebaskan..

Ketika disinggung masih ada tapol dan napol yang terlibat GAM yang belum di bebaskan setelah MoU dan semenjak pembebasan terakhir november 2006, kepala divisi permasyarakatan ini mengatakan, hingga kini masih ada tuntutan dari pihak GAM menyangkut permasalahan pembebasan, dan mengenai permasalahan ini telah di tindak lanjuti dan di proses ke Menkumham. Selain itu DPR Aceh dan LSM juga menuntut hal yang sama.

“Pemberian amnesti mengenai makar telah di atur oleh kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 106 sampai dengan pasal 110. Sementara itu mereka (tahanan-red) terjerat diluar pasal tersebut. Pemerintah menyatakan mereka terjerat kasus kriminal dengan tindakan bersenjata di luar wilayah hukum Provinsi NAD. Tindakan makar di luar Aceh di golongkan tindakan kriminal, dan tidak mendapatkan amnesti yang berhubungan dengan kasus makar,” tegasnya.

Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM NAD, pelaksana perpanjangan tangan dari Menkumhan di pusat, Kanwil Hukum Dan HAM NAD menyampaikan aspirasi masyarakat ke pusat. Dan keputusan di pusat kita laksanakan menurut prosedur yang telah di tentukan (Menhukumham-red), tambah M. Zulhaq.

“Kanwil Hukum Dan HAM NAD tidak ada harapan apa-apa, kami mengikuti prosedur, kalau mereka diputuskan oleh pemerintah bebas, maka kami harus bebaskan. Dan sebenarnya mereka berada di wilayah luar hukum NAD, di Medan (Sumatra Utara) dan sebahagian Pulau Jawa. Jadi kami tidak bisa terlalu menginterpensi pembebasan tapol dan napol tersebut,” Katanya.

Tapol dan Napol sesuai dengan MoU dan keputusan Presiaden

Sekretaris komisi A DPR Aceh Drs. Bahrom M. Rasyid menilai permasalahan tapol dan napol merupakan permasalahan yang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

“Kembali kepada MoU Helsinki, 15 hari setelah perjanjian damai masalah tapol dan napol mendapat amnesti dari pemerintah,” tuturnya.

Komisi A juga menerima laporan dan surat dari masyarakat yang mengatas namakan Forum untuk Keadilan Tapol/Napol Aceh yang menyebutkan masih ada Tapol/Napol GAM yang belum dibebaskan oleh pemerintah Indonesia

“Setelah kita melakukan peninjauan langsung ke Lembaga Kemasyarakatan yang ada di Sukamiskin, Cipinang, pasuruan dan Tanjung Gusta, serta berbicara langsung dengan para tahanan dan penjaga penjara mengakui mereka semua terlibat GAM, walaupun dikaitkan dengan tindakan kasus kriminal,” ungkap Bahrom M. Rasyid

Ketika dikaitkan tentang kasus kriminal baik peledakan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan kasus narkotika yang di jatuhkan bagi para tapol dan napol sehingga tidak mendapatkan remisi, Bahrom M. Rasyid mengatakan, sampai saat ini DPR Aceh belum menerima petikan-petikan keputusan pengadilan, serta sudah minta datanya kepada pihak yang berwenang mengenai keputusan pengadilan untuk dapat mempelajarinya. Apakah nantinya mereka tahanan politik atau bukan.

“Kita belum melihat fonis hukumnya, apakah betul-betul fonis menurut keadilan ataupun karena tekanan politik,” Tambahnya kembali

Sekretaris komisi A DPR Aceh ini kembali mengharapkan Pemerintah segera menyelesaikan permasalahan tersebut, dan jika benar mereka terkait kasus makar dan bukan kriminal, pemerintah diminta untuk segera membebaskan tapol/napol sesuai MoU Helsinki..

“Kita mengharapkan para tahanan agar segera dibebaskan merujuk pada MoU, dan pemerintah harus lebih bersikap transparan mengenai permasalahan tapol dan napol,” ujarnya.

KPA dan kontras

Komisi Peralihan Aceh (KPA) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh juga turut berpartisipasi menyangkut permasalahn tapol dan napol GAM.

Tgk. Ibrahim KBS yang menjabat juru bicara KPA mengatakan, Sekarang pihaknya berbicara bukan atas dasar indentik mengurus GAM, Namun kembali kepada isi perjanjian damai Aceh, dimana semua pihak berperan dalam masalah pembebasan tapol dan napol karena merupakan tanggung jawab moral kita bersama.

“Mungkin permasalahan pembe-basan tapol dan napol Aceh, ada kesilapan teknisi sehingga mereka di tuduh sebagai teroris, dikenakan pasal-pasal darurat menyangkut dengan tindakan kriminal, dan itu terlepas di luar kapasitas GAM, sementara menurut BAP (Berita Acara Pemeriksaan) mereka terkait dengan GAM,” ungkapnya.

Hal yang sama juga disampaikan Koordinator Kontras Aceh, Asiah Uzia, Kontras tidak bisa berhenti pada putusan kriminal, karena tapol dan napol Aceh terlibat dengan GAM, ini bisa kita lihat di BAP mereka seperti yang terlihat pada BAP Tgk. Ismuhadi yang yang terlibat kasus peledakan BEJ dan di dalam disebutkan jika dia bahwa anggota GAM.

“Permasalahan tapol dan napol mesti kembali ke MoU dan mereka harus dibebaskan tanpa syarat, serta kepada semua pihak berserius menangani permasalahan ini dan termasuk CMI melalui AMM yang pernah memfasilitasi perjajanjian damai Aceh.” Harap Asiah Uzia

Pemerintah Diminta Serius

Pemerintah Provinsi Nangggroe Aceh Darussalam (NAD) diminta lebih serius menangani pembebasan tapol/napol Aceh yang hingga kini masih mendekam di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Pulau Jawa dan Sumatera Utara.

“Kami harap Pemerintah Aceh serius menangani permasalahan tapol/napol Aceh yang kini mendekam dibeberapa LP di luar Aceh untuk segara di bebaskan,” ungkap salah seorang napol Aceh, Zul Ramli.

Zul Ramli yang kini mendekam di LP Tanjung Gusta, Sumatera Utara mengatakan kondisi napol Aceh di LP luar Aceh saat ini sangat menyedihkan dan selalu menjadi sasaran kekerasan ketika ada narapidana lain yang berbuat kesalahan.

“Jika hal seperti ini terus dibiarkan, maka satu persatu diantara kami akan menjadi korban kekerasan, seperti yang terjadi beberapa hari lalu di Rutan Tanjung Gusta, narapiana lain yang melakukan kesalahan dengan mencoba kabur, tapi napi asal Aceh yang disiksa habis-habisan,” ujarnya.

Menurut dia, yang kini diharapkan para napol Aceh di sejumlah LP di Luar Aceh lebih kepada pemulangan ke daerah terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan dan jalur hukum lebih lanjut.

“Pemerintah Aceh semestinya segera turun tangan memulangkan kami ke Aceh, karena selama ini kami melihat keberadaan kami mulai terabaikan,” ujarnya.

Zul Ramli menambahkan, dalam persidangan mereka tidak pernah didakwa sebagai pelaku kriminal, namun dia menyayangkan jika kini tapol/napol tersebut dituduh melakukan perbuatan kriminal.

“Dulu dalam Berita Acara Pidana (BAP), saya digugat karena melakukan perbuatan yang mengancam keutuhan negara dengan melakukan pem-berontakkan terhadap pemerintahan yang sah dan dituntut dengan undang-undang darurat, kenapa sekarang malah dianggap melakukan tindakan kriminal,” jelasnya.




No comments: